Apa itu sakramen perkawinan?
Gereja Katolik mengenal sakramen Perkawinan sebagai salah satu dari ketujuh Sakramen. Hal ini menunjukkan bahwa perkawinan adalah suatu hal yang luhur. Dengan adanya sakramen perkawinan secara lahiriah ada tanda yang menyatakan bahwa Allah hadir dalam kehidupan perkawinan dan Allah menjadi saksi cinta kasih sang suami dan istri (bdk Mal 2:14). Perkawinan dijadikan sakramen karena kitab suci sendiri mengisyaratkan seperti menjunjung tinggi perkawinan. Bahkan Paulus menegaskan supaya suami-istri saling mencintai seperti Kristus mencintai umatNya (jemaat atau Gereja-Nya -Â Ef 5:21-33).
Kitab Kejadian memberikan gambaran bahwa Allah sungguh memberkati perkawinan (Kej 1:28). Campur tangan Allah itulah yang menjadi dasar yang kuat untuk menjadikan perkawinan sebagai sakramen.
Menurut Gereja Katolik perkawinan itu bersifat kekal atau tidak terceraikan dan ini sesuai dengan KS (Markus 10:1-12, Roma 7:2-3 dan Lukas 16:18). Pada kutipan KS yang lain ada seolah-olah semacam celah untuk melakukan perceraian seperti Matius 19:1-12, terutama pada ayat 9: “Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.†Tetapi sebenarnya menurut para ahli kata di atas merupakan sisipan dari penulis injil. Mengapa?? Karena injil Matius ditujukan untuk pembaca Yahudi. Kita tahu bahwa hukum Taurat itu mengijinkan perceraian sehingga akhirnya penulis injil menyisipkan kata “Kecuali karena zinah†agar tidak menimbulkan kesan bahwa Yesus mengubah hukum taurat, karena Yesus dalam injil Matius mengatakan “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.†(Mat 5:17-18) Jadi maksud Yesus tetap bahwa perkawinan itu tetap tak terceraikan. Hal itu dapat disimpulkan jika kita membaca ayat 9 pada Matius 19 dengan kesatuan dengan keseluruhan konteks perkawinan dalam KS.
Ada yang mengatakan bahwa selain Mat 19:1-12, 1 Kor 7:10-11 juga mengisyaratkan akan bolehnya perceraian (lihat pada ayat 11).
Tetapi jelas sekali dalam perikop ini bahwa kalau memang harus berpisah (Paulus menyebutnya bercerai ) istri yang menceraikan suaminya tidak diperkenankan menikah lagi dan sebisa mungkin kembali rujuk dengan suaminya. Nah dalam hal ini sudah jelas bahwa Paulus mengatakan perceraian itu tidak diijinkan. Dalam Efesus 5:22-32 kita dapat menyimpulkan bahwa perceraian itu tidak dimungkinkan. Mengapa? Karena pada perikop itu dijelaskan bahwa hubungan Yesus dengan Jemaat adalah sebagai Kepala dan Tubuh yang sudah pasti tidak dapat diceraikan. Nah kalau Paulus juga menyamakan hubungan itu dengan hubungan suami dan istri berarti secara otomatis hubungan antara suami dan istri tidak dapat diceraikan, karena hubungan Yesus dengan jemaat tidak dapat diceraikan. Dalam Perjanjian Lama
ditegaskan bahwa Allah sendiri membenci perceraian (Mal 2:16).
Dalam istilah Gereja ada istilah Annulments yang dalam hukum gereja berarti sejak awal mula tidak ditemukan perkawinan yang sah (perkawinan yang menjadi batal karena tidak memenuhi)
( sumber: scridb )
ENGLISH
Documentation required for application to the Catholic Church :
- Photocopy of passports
- Photocopy of certificate pre-marriage course
- Photocopy of birth certificates
- Photocopy Death certificate if either party previously married
- Photocopy of detail page of passports of your two witnesses
- Baptism Certificates re-issued not more than 6 months & preferably a maximum 3 months prior to your wedding date
- A ‘Letter of Freedom’ issued by your Parish Priest or other Church official declaring you have never been married and are therefore free to be married through the Catholic Church.
- A ‘Pre-Nuptial Enquiry’ entirely completed, signed & stamped by your Parish Priest or other Church Authority,
- A ‘Letter of Delegation’ addressed to the Catholic Church in Bali declaring that your own Parish has no objection to your marriage ceremony being performed by a Priest from the Catholic Church here in Bali.
- 3 x photographs approx. passport sized (4×6 cm) but taken horizontally of bride & groom together, head & shoulders only and looking straight ahead. (please remember when making these photographs that they will be attached to your Wedding Certificates and for that reason should be as good as possible)
Because of the many rules and regulations related to Catholic marriage, we recommend a minimum of one month advance booking period and, we will not give final confirmation of the religious part of the ceremony until such times as all documents required by the Church have been received and checked by the local Church Authorities on your behalf.
Important Note About Witnesses: At least one Witness to a Catholic Wedding Ceremony must be Catholic and, blood-relatives such as parents, brothers or sisters may not act as witnesses. If you have no suitable person traveling with you we will happily act as, or arrange witnesses on your behalf.
BAHASA INDONESIA
Persyaratan administrasi Perkawinan sebagai berikut :
- Surat Pengantar dari ketua Wilayah/lingkungan.
- Sertifikat KPP (mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan)
- Surat Baptis terbaru dari Paroki/Gereja tempat di baptis: yang asli ( 6 bulan terakhir ) untuk yang Katolik.
- Surat Status Liber (keterangan tidak terikat perkawinan) dari paroki asal (Katolik) dan
- suratketerangan belum pernah menikah dari Kelurahan (Katolik & non Katolik)
- Foto copi Akta Kelahiran, KK, KTP/Passport
- foto kopi KTP saksi (pasutri)
- Pas Foto berdampingan (warna) ukuran 4 x 6 sebanyak 3 lembar.
- Semua Persyaratan, dimasukkan dalam satu map berwarna pink/merah muda, dan diserahkan ke kantor Sekretariat Paroki pada jam kerja (08.00 s/d 16.00 wita).
- Setelah semua dokumen lengkap, pasangan mengisi penyelidikan Kanonik di hadapan Pastor Paroki, paling lambat 4 minggu sebelum tanggal pernikahan, karena pengumuman pernikahan 3 x hari minggu.
- Catatan penting:    Bagi pasangan beda agama/beda Gereja/yang memiliki halangan pernikahan (membutuhkan     dispensasi), baru boleh menentukan tanggal pernikahan setelah surat dispensasi dikeluarkan oleh     keuskupan.